Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rohmat Wahab menilai integrasi nilai ujian nasional (Unas) belum layak dijadikan dasar untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sebagai pengganti ujian tulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), karena belum adanya jaminan kejujuran dalam pelaksanaan Unas itu sendiri.
“Sampai batas tertentu masih terjadi kecurangan dalam pelaksanaan Unas. Sehingga, perlu penegakan pengawasan pada tingkat provinsi, kabupaten, rayon dan satuan pendidikan, sebelum akhirnya menjadikan nilai Unas menjadi bagian dari SNMPTN, ” ungkap Rohmat kepada JPNN di Jakarta, Senin (11/4).
Rohmat yang juga sebagai Koordinator Pelaksanana dan Pengawas Unas propinsi Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) mengakui dari hasil evaluasi pengawasan Unas 2010 lalu, masih banyak dijumpai berbagai bentuk kekacauan dan bahkan menjurus pada praktik kecurangan. “Bentuknya macam-macam. Mulai dari sikap rayon yang tidak disiplin dalam penyimpanan soal, sampai pada tekanan-tekanan tertentu kepada kepala sekolah,” kata Rohmat menegaskan.
Dalam manajemen penyimpanan soal misalnya, lanjut Rohmat, banyak rayon melakukan penyimpanan tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. “Misalnya, soal harus disimpan di tempat lemari terkunci, dengan dua kunci masing-masing dipegang Ketua Ray9on dan Satu untuk pengawas rayon. Namun, kenyataannya, masih banyak rayon yang hanya meletakkan begitu saja di atas meja, dan dibiarkan terbuka.”
“Sampai batas tertentu masih terjadi kecurangan dalam pelaksanaan Unas. Sehingga, perlu penegakan pengawasan pada tingkat provinsi, kabupaten, rayon dan satuan pendidikan, sebelum akhirnya menjadikan nilai Unas menjadi bagian dari SNMPTN, ” ungkap Rohmat kepada JPNN di Jakarta, Senin (11/4).
Rohmat yang juga sebagai Koordinator Pelaksanana dan Pengawas Unas propinsi Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) mengakui dari hasil evaluasi pengawasan Unas 2010 lalu, masih banyak dijumpai berbagai bentuk kekacauan dan bahkan menjurus pada praktik kecurangan. “Bentuknya macam-macam. Mulai dari sikap rayon yang tidak disiplin dalam penyimpanan soal, sampai pada tekanan-tekanan tertentu kepada kepala sekolah,” kata Rohmat menegaskan.
Dalam manajemen penyimpanan soal misalnya, lanjut Rohmat, banyak rayon melakukan penyimpanan tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. “Misalnya, soal harus disimpan di tempat lemari terkunci, dengan dua kunci masing-masing dipegang Ketua Ray9on dan Satu untuk pengawas rayon. Namun, kenyataannya, masih banyak rayon yang hanya meletakkan begitu saja di atas meja, dan dibiarkan terbuka.”
Rohmat juga menyesalkan akan minimnya dukungan masyarakat akan terselenggaranya Unas yang jujur tersebut. Padahal, lanjut Rohmat, kejujuran pelaksanaan Unas itu harus didukung oleh masyarakat dan semua level birokrasi.”Tetapi, kenyataannya kan tidak demikian.Masih banyak oknum yang main belakang, memberikan bimbingan belajar dengan cara memberikan bocoran soal Unas.”
Toh begitu, Rohmat tidak menampik kemungkinan dijadikannya nilai Unas SMA/SMK/MA sebagai standar masuk ke PTN. “PTN pasti akan mengakomodasi nilai Unas sebagai pengganti ujian tulis SNMPTN, jika pelaksanaan Unas itu sendiri telah menjunjung tinggi perilaku kejujuran. Sehingga kredibilitas dari Unas itu bisa diterima oleh semua pihak.”